Orang bilang kampusku adalah kampus perjuangan, dua
tahun yang lalu aku tak mengerti mengapa orang menyebutnya begitu. Apa bedanya
dengan kampus lain? Orang bilang kampusku bayarannya mahal, gak ada bedanya
dengan kampus-kampus yang ada di jogja itu. Yang waktu mengisi formulir
pendaftaran saja sudah disodorkan form uang sumbangan kampus. Orang bilang
hidup di jakarta itu keras, biayanya besar. Orang bilang kampusku adalah kampus
yang mendidik para demonstran. Dan orang bilang kampusku hanyalah untuk
orang-orang berkantong tebal dan artis-artis. Lalu kenapa bisa disebut kampus
perjuangan dengan perkataan orang-orang itu.
Tak terasa sudah hampir menginjak semester 6 aku
menjadi bagian dari kampus ini. Banyak hal yang berubah dari diriku. Benar memang
perkataan orang bahwa tempat mencari jati diri adalah di kampus, dan berada di
kampus mana kita berada tentunya menentukan seperti apa kita akan terbentuk. Seperti
kata pepatah klasik kalau kita berteman dengan penjual minyak wangi mungkin
kita akan menjadi wangi, kalau kita berteman dengan perampok mungkin saja kita
akan menjadi perampok, kalau kita berteman dengan orang alim mungkin saja kita
bisa menjadi alim dan kalau kita berteman dengan orang pintar dan bersemangat
mungkin saja kita bisa menjadi pribadi yang pintar dan bersemangat. Kampusku adalah
kampus yang menurutku diisi oleh orang-orang hebat. Aku selalu yakin orang yang
masuk ke kampus ini pasti pernah menjadi orang hebat, banyak cerita yang sudah
aku dengar dari beberapa temanku tentang kisah perjuangan mereka masuk ke
kampus ini. Dari situlah aku bisa mengatakan orang yang masuk kampus ini pasti
pernah menjadi hebat.
Kalo kalian tanya bagaimana perjuangan kita bisa
masuk di kampus keren ini? Aku yakin semua orang akan sepakat bahwa untuk masuk
ke kampus ini perlu belajar dengan keras. Aku saja hanya tidur 4-5 jam sehari,
jangan sekali-kali kita bersantai ria kalau ingin masuk ke kampusku, karena
peminat kampusku ada di seluruh wilayah Indonesia. Ingatlah bahwa orang-orang
yang mendaftar banyak yang jauh lebih hebat dan pintar dari Anda, makanya Anda
perlu belajar ekstra keras untuk mengungguli saingan yang berasal dari seluruh
wilayah di Indonesia ini. Banyak temanku juga yang rela harus meninggalkan
Kebumen menuju Depok untuk mengikuti bimbingan belajar yang diadakan oleh
Perhimak (Perhimpunan Mahasiswa Kebumen). Kalau ayahku bilang ke anak-anak yang
ingin masuk UI “untuk bisa masuk UI kalian sebelum tidur harus baca buku dan bangun
tidur juga harus baca buku” karena katanya aku dulu seperti itu.
Mengingat kisah perjuangan hidup memang selalu
menarik sebagai bahan pembicaraan di malam hari yang terasa lebih indah karena
tak ada ujian maupun tugas. Pembicaraan seperti ini sudah sering sekali terjadi
di kosan kami. Banyak kisah inspiratif yang kami bagi terutama tentang
perjuangan masuk ke kampus Universitas Indonesia. Orang-orang yang masuk ke
Universitas Indonesia terutama yang berasal dari Kabupaten Kebumen biasanya
memiliki alasan dan motivasi yang sama. Alasan pertama yang membuat kita tertarik untuk menjadi mahasiswa UI
adalah masalah biaya. Jangan kalian pikir UI adalah kampus bagi mereka yang
berkantong tebal saja. Jika benar seperti itu, tentu kami saat ini tak akan
pernah mengenakan jaket kuning kebanggaan kami. Jaket kuning bagiku menjadi
jendela bagi kami saat ini. Aku masih ingat betul kapan pertama kalinya aku menuliskan UI
sebagai kampus impian. Semua berawal dari datangnya kakak-kakak berjaket kuning
ke sekolahku. Sebelumnya banyak sekali kakak-kakak datang dengan jaket
almamater dengan berbagai warna. Aku sendiri tak hafal warna yang menunjukkan
ciri khas masing-masing universitas itu. Namun, aku selalu ingat dengan
rombongan kakak berjaket kuning itu. Sebelum mereka datang entah tahu dari mana
kata ‘jaket kuning’ sudah tidak asing lagi di telinga. Dengan bangga mereka
menyerukan ‘We are the yellow jacket’.
Kedatangan mereka mengubah banyak sekali pikiran siswa SMA sepertiku kala itu.
Cara presentasi yang memukau, semangat untuk menyebar mimpi, hebat, solid, ketulusan,
kemandirian dan kejujuran. Itu kesan pertama aku melihat kakak berjaket kuning.
Dari mereka aku mulai mengenal satu nama yang sangat asing bagiku yaitu BOPB. What is BOPB? BOPB itu singkatan dari
Biaya Operasional Pendidikan Berkeadilan. Ada yang terasa aneh di dengar yaitu
kata berkeadilan. Apa yang disebut dengan Adil disini? Dengan bahasa sederhana
yang mudah dipahami mereka menyebut bahwa berkeadilan disini adalah adil sesuai
dengan kemampuan finansial penanggung biaya. Jadi kalau kita berasal dari
keluarga kaya dan berkecukupan tentunya biayanya akan lebih mahal dari orang
menengah kebawah. Semua biaya di UI sangat memperhatikan kaya dan miskin, bukan
untuk membedakan antara si kaya dan si miskin, tapi untuk memberikan pendidikan
untuk semua kalangan. Jadi jangan pernah bilang UI adalah kampusnya anak
pejabat, orang berduit, artis atau sebagainya. Justru di UI lah banyak
mimpi-mimpi anak yang bisa dikatakan tidak mungkin kuliah karena tidak ada
biaya atau hanya bisa kuliah kalau masuk STAN akhirnya bisa kuliah, justru di
UI lah kampus yang bisa menerima orang-orang dengan ketidakberdayaan ekonomi
dan memberikan pelayanan pendidikan sekelas luar negeri.
Ada satu kisah tentang perjuangan seorang teman
yang pada awalnya tidak mendapatkan keadilan biaya di UI dalam artian biaya
yang ditetapkan dari UI masih terlalu berat bagi keluarganya namun akhirnya
sekarang dia bisa melanjutkan pendidikannya di UI. Sebut saja namanya Mawar
(bukan nama sebenarnya). Mawar telah resmi diterima sebagai mahasiswa di UI
melalui jalur SNMPTN. Dia mengajukan BOPB sesuai dengan ketentuan yang ada. Pada
saat pengumuman penentuan besaran BOPB, mawar kaget karena besaran BOPB yang
dia dapatkan sangat tinggi, tidak sesuai dengan kemampuan orangtuanya. Dengan rincian
biaya semester 2,5 juta dan Uang Pangkal 7,5 juta. Artinya orangtuanya harus
membayar 10 juta untuk bisa memasukkan anaknya di UI. Pada saat itu orangtuanya
sangat keberatan untuk membayar uang sebesar itu karena kebetulan saat itu
keluarganya sedang dililit hutang akibat ditipu teman sekantor ayahnya. Mawar
sempat putus asa, bahkan dia sampai pulang ke kampung halaman di Kebumen setelah
satu minggu menjalani kuliah di UI karena sangat bingung. Beruntunglah karena
dia dan kami anak-anak Kebumen mempunyai keluarga seperjuangan di Depok bernama
Perhimak. Ketua Perhimak mengetahui kabar kepulangan mawar, dan dengan segera
Ketua Perhimak langsung menyusulnya ke Kebumen untuk meyakinkan bahwa semua
pasti ada solusinya dan membawa mawar kembali ke Depok. Bagiku itu adalah kisah
luar biasa. Kisah keluarga yang penuh ketulusan di tanah perantauan. Kita menjadi
keluarga hanya dengan hitungan hari meski tak pernah ada akad (menyontek kata
ketua BEM ku). Sang Ketua tentu menjadi orang yang bertanggung jawab karena
berani membawa kembali mawar ke Depok. Kisah selanjutya lebih mengharukan
ternyata mawar di Depok sudah ditunggu orang-orang petinggi organisasi di UI
seperti Ketua BEM UI dan jajaran staffnya yang siap untuk membela nasib
pendidikan seorang mahasiswi. Bayangkan sebegitu care-nya mereka, padahal mereka tak pernah mengenal mawar sebelumnya.
Namun apa yang terjadi, mereka siap membela meski harus berhadapan dengan para
birokrat kampus. Merinding aku mendengar cerita itu. Dan itulah ciri khas anak
UI, tidak pernah tinggal diam dengan segala bentuk ketidakadilan. Mungkin
itulah salah satu alasan mengapa UI disebut sebagai kampus perjuangan. Ketua
BEM UI dan petinggi organisasi ternyata tak mampu mengubah keadaan, tak mampu
menurunkan besaran biaya kuliah si mawar. Tak ada cara lain temui langsung Pak
Rektor! Itu sebuah tindakan heroik menurutku. Bagaimana seorang mahasiswa
menemui rektor hanya untuk menurunkan biaya kuliah. Seperti kita tahu sendiri
pak rektor sangat sulit ditemui. Namun, itulah perjuangan teman-teman. Si mawar
diajak oleh ketua Perhimak untuk menemui Pak Rektor. Sampai sekarang aku tidak
tahu bagaimana Ketua Perhimak itu bisa membuat janji dengan Pak Rektor. Sampai sekarang
saja aku belum pernah duduk bareng dengan Pak Rektor. Hebat sekali Sang Ketua
sampai bisa membuat janji dengan Pak Rektor, duduk bareng, dan bercerita
tentang nasib mahasiswi. Perjuangan yang luar biasa teman-teman. Dan akhirnya
permasalahan biaya pun sudah terselesaikan. Biaya si mawar akan dibantu dari
beasiswa yang diberikan oleh mahasiswa UI lain yang mendapatkan 2 beasiswa. Semua
ada jalan teman-teman jika kita mau berjuang.
Untuk masalah biaya aku sampai lupa untuk
menyampaikan ini. Sewaktu aku mengikuti Trining Motivation dari rangkaian acara
UI Goes to Kebumen ada seorang
pembicara, beliau salah satu orang penting jajaran rektorat di UI yang
mengatakan ” jangan pernah takut masuk UI, karena dengarkan dan ingat
baik-baik. UI tidak akan pernah mengeluarkan mahasiswanya karena masalah biaya!”
Hal itu tentu saja menjadi tambahan semangat bagi orang sepertiku, bagi orang
yang takut kuliah karena masalah uang.
Kembali ke alasan mengapa harus memilih UI. Alasan
Kedua bagiku dan teman-teman yang
sekarang sudah menjadi mahasiswa UI adalah karena di UI banyak sekali beasiswa
yang ditawarkan. Jangan pernah takut masuk UI karena biaya hidup di Jakarta
(padahal kita di Depok) tinggi, karena banyak sekali beasiswa yang bisa kita
dapatkan asalkan kita mau mencoba. Yang aku rasakan dan mungkin teman-teman
lain rasakan juga adalah kuliah di UI itu seperti belajar tapi dibayar, kalo
orang lain bekerja lalu dibayar kalo kita belajar lalu dibayar. Anak-anak
kebumen lainnya bahkan sampai bisa mengirimi uang ke orangtua untuk membantu
biaya sekolah adiknya. Ini kisah nyata teman-teman. Aku sendiri sekarang merasa
tidak lagi membebani orangtua dengan biaya. Asalkan di UI kalian aktif
mengajukan beasiswa, InsyaALLOH jalan mendapatkan rezeki semakin terbuka lebar.
Alasan ketiga
kenapa ingin masuk UI adalah karena
prestasi UI. Bukan menjadi rahasia umum kalau UI merupakan salah satu
Universitas terbaik di Indonesia, bahkan mengungguli peringkat Sorbone University
Perancis. Universitas yang mendadak tidak asing karena disebutkan di novel Laskar
Pelangi. Universitas dimana penulisnya yaitu Andrea Hirata melanjutkan studi S2
nya.
Jangan pernah takut masuk UI teman-teman, karena
UI adalah kampus rakyat dan UI adalah kampus perjuangan. Mari berjuang bersama
meraih cita-cita dan impian kita. Tidak ada yang bisa mengubah nasib kita
kecuali kita sendiri. Berusaha, berdoa dan jangan pernah takut untuk bermimpi,
apapun mimpimu.
Depok, 21 Januari 2011