Kamis, 07 Oktober 2010

Biar Cinta Bermuara Dengan Sendirinya


Depok, 26 Mei 2010
Pelabuhan
Karya Tyas Tatanka

Kenapa tak pernah kau tambatkan
Perahumu di satu dermaga?
Padahal kulihat bukan hanya satu
Pelabuhan tenang yang mau menerima
Kehadiran kapalmu
Kalau dulu memang pernah ada
Satu pelabuhan kecil, yang kemudian
Harus kau lupakan
Mengapa tak kau cari pelabuhan lain?
Yang akan memberikan rasa damai yang lebih?
Seandainya kau mau
Buka tirai di sanubarimu, dan kau akan tahu
Pelabuhan mana yang ingin kau singgahi
Untuk selamanya
Hingga pelabuhan itu jadi rumahmu
Rumah dan pelabuhan hatimu
-----------------------------------------------------------------------------------

Matanya berkaca ketika perempuan itu selesai membaca dan merenungi isi puisi itu. Dahulu sekali perempuan itu pernah berharap pada seorang laki-laki yang dia yakin baik dan hanif, ada kilasan-kilasan di hatinya yang mengatakan bahwa mungkin dialah sosok yang selama ini dia cari, dialah sosok yang tepat untuk mengisi hari-harinya kelak dalam bingkai pernikahan.Berawal dari sebuah pertemanan. Berdiskusi tentang segala hal, terutama masalah agama. Perempuan itu sedang berproses untuk mendalami agama Islam dengan lebih intens. Dan laki-laki itu, dia paham agama, aktif di organisasi keislaman, dan masih banyak lagi hal-hal positif yang ada dalam diri laki-laki itu. Sehingga kedekatan itu membawa semangat perempuan itu untuk menggali ilmu agama dan mempraktekkannya dalam kesehariannya. Perempuan itu berusaha untuk bisa atau paling tidak mirip dengannya yang tanpa disadari telah membuatnya kagum. Kedekatan itu berlanjut menjadi kedekatan yang intens, berbagi cerita curahan hati, saling meminta saran, saling bertelepon dan bersms, yang akhirnya segala kehadirannya menjadi sebuah kebutuhan. Kesemuanya itu awalnya mengatasnamakan persahabatan.

Suatu hari salah seorang sahabat bertanya, “Adakah persahabatan yang murni antara laki-laki dan perempuan tanpa melibatkan hati dan perasaan terlebih bila sudah muncul rasa simpati, kagum dan kebutuhan untuk saling berinteraksi?” Perempuan itu tertegun dan hanya bisa menjawab “Entahlah.”

Sampai suatu hari laki-laki itu pergi dan menghilang. Awalnya masih memberi kabar. Selebihnya hilang begitu saja. Dan perempuan itu masih berharap dan menunggu untuk suatu yang tak pasti. Karena memang tidak pernah ada komitmen yang lebih jauh di antara mereka berdua. Setiap perempuan itu mengenal sosok lelaki lainnya. Selalu dibandingkan dengan sosok laki-laki sahabatnya itu yang selalu lebih unggul dibanding yang lain dan perempuan itu tidak pernah lagi membuka hatinya untuk yang lainnya. Sampai suatu hari....perempuan itu menyadari kesia-siaan yang dibuatnya. Ia berharap ke sesuatu yang tak pasti dan hanyalah akan membawa luka di hati. Bukankah banyak hal yang bermanfaat yang bisa dia lakukan untuk mengisi hidupnya kini. Air matanya jatuh perlahan dalam sujud panjangnya di kegelapan malam. Dia berjanji untuk tidak mengisi hari-harinya dengan kesia-siaan.

“Lalu, bagaimana dengan sosok laki-laki itu?” Perlahan saya bertanya padanya. “Saya tidak akan menyalahkan siapa-siapa, yang salah hanyalah persepsi dan harapanyang terlalu berlebihan dari kedekatan itu, dan proses interaksi yang terlalu dekat sehingga timbul gejolak di hati. Biarlah hal itu menjadi proses pembelajaran dan pendewasaan bagi saya untuk lebih berhati-hati dalam menata hati dan melabuhkan hati.”,ujarnya dengan diplomatis. Hingga saya menemukan perempuan itu menepati janjinya.

Dunia perempuan itu kini adalah dunia penuh cinta dengan warna-warni jingga, tawa-tawa pelangi, kobaran semangat mengemban amanah besar dari keluarga yang tertancap kuat di pundaknya, dan seberkas cahaya meraih cita. Cinta yang dialiri ketulusan tanpa pamrih dari sahabat-sahabat di sekelilingnya menjadikan perempuan itu produktif dan bisa menghasilkan karya. Cinta yang tidak pernah kenal surut dari kedua orangtua dan keluarganya. Dan yang paling hakiki adalah cintanya pada Illahi yang selalu mengisi relung-relung hati, tempatnya bermunajat di saat suka dan duka.

Adakalanya kita begitu yakin bahwa kehadiran seseorang akan memberi sejuta makna bagi isi jiwa. Sehingga saat seseorang itu hilang begitu saja, masih ada satangkup harapan agar dia kembali. Walaupun ada kata-katanya yang menyakitkan hati, akan ada beribu kata maaf untuknya. Masih ada beribu penantian meski tak pasti. Masih ada segumpal keyakinan bahwa dialah jodoh yang dicari sehingga menutup pintu hati dan sanubari untuk yang lain. sementara dia yang jauh di sana mungkin sama sekali tak pernah memikirkannya. Haruskah mengorbankan diri demi hal yang sia-sia?

Masih ada sejuta asa, masih ada sejuta makna, masih ada pijar bintang dan mentari yang akan selalu bercahaya di lubuk jiwa dengan menjadi bermakna dan bermanfaat untuk sesama. “Lalu bagaimana dengan cinta yang dulu pernah ada?”, tanya saya suatu hari. Perempuan itu berujar “Biarkan cinta itu bermuara dengan sendirinya, di saat yang tepat, hanya dari Allah SWT, di saat dihalalkannya dua manusia untuk berikatan dalam pernikahan yang barokah”. Semoga saja akan demikian adanya.
Diambil dari sebuah kisah nyata dengan sedikit perubahan dan rekayasa

1 komentar: