Senin, 06 Desember 2010

Cintai Dia Dalam Diam


Bila belum siap melangkah lebih jauh dengan seseorang,cukup cintai ia dalam diam ..

karena diammu adalah salah satu bukti cintamu padanya ..
kau ingin memuliakan dia,
dengan tidak mengajaknya menjalin hubungan yang terlarang,
kau tak mau merusak kesucian dan penjagaan hatinya.

Ibu itu harus bisa..

Ibu, kau selalu aku sebut ketika aku mengalami kesusahan. Tiada kata lain yang terucap kecuali Alloh dan dirimu saat itu. Namun, ketika aku senang dan bahagia, apakah aku juga masih menyebut namamu? Hmmm... tidak selalu jawabku.. kadang ingat kadang nggak. Sesuai dengan pepatah yang aku kenal semenjak SD kasih ibu sepanjang masa, kasih anak sepanjang galah. Ya, sepakat sekali dengan pepatah itu. Memang seperti itulah kenyataan yang ada. Dan ibu tak pernah menuntut kita untuk menyayanginya seperti beliau menyayangi anaknya. Ibu, malaikat suci yang selalu melindungi kita dan bahkan rela mengorbankan apapun demi anaknya. Ibarat benda. Kasih dan perjuangan ibu seperti lilin, setia menerangi meski harus membakar tubuh mereka. Ucapan terimakasih sampai mulut dan suara kita habis tak akan mampu membalas jasa dan pengorbanan mereka.

Kamis, 11 November 2010

Terimakasih Telah Mengajariku


Manusia adalah makhluk yang berpikir, begitulah kata orang sejarah hingga akhirnya manusia disebut sebagai homo sapiens dan kemampuan berpikir itulah yang membedakan manusia dari makhluk lainnya. Sebagai makhluk yang berpikir artinya dalam hidup manusia selalu dipenuhi dengan proses pembelajaran. Belajar jangan hanya dibayangkan dengan membaca buku saja namun lebih dari itu. Semua hal di alam ini bisa menjadi objek belajar bagi kita. Mulai dari mikroba yang tak terlihat karena saking kecilnya sampai tata surya yang begitu luasnya itu. Dan kini aku mencoba untuk selalu menjadikan semua hal yang ada di hadapku sebagai objek belajar. (Aku rasa cukup prolog yang ga beresensi ini)
Hujan, kasihan sekali dirimu banyak orang yang menghujatmu ketika kau datang pada saat yang tidak tepat. Orang akan mengeluh karenamu, bahkan kebanyakan dari mereka mengalami masalah dengan kehadiranmu. Banyak orang tak menginginkanmu, namun tidak bagi mereka. Ya, mereka yang selalu menyambutmu dengan suka cita. Mereka yang tak pernah bosan bercengkrama dengan dinginnya dirimu. Mereka yang selalu sedih jika kau tak kunjung datang. Mereka adalah anak – anak pembawa payung yang sering orang sebut “ojek payung”. Aku belajar untuk tidak menghujat kehadiranmu wahai hujan karena kau ternyata mampu membawa berkah bagi mereka, membawa rezeki bagi mereka, membawa keceriaan bagi mereka, mengubah bibir yang telah lama datar menjadi berkelok karena senyuman. Mereka --anak-anak ojek payung--membuatku mengubah pikiranku tentangmu hujan. Anak-anak kecil yang sudah belajar mencari uang dengan caranya mereka, di saat anak-anak kecil lainnya hanya bisa merengek ketika meminta mainan baru. Senyummu begitu sumringah, meski banyak orang enggan menggunakan jasamu. Kau tetap sabar dan membalasnya dengan senyum kecilmu, meski terkadang pelanggan barumu mengerutkan kening tanda ketidakramahan. Begitulah cerita anak-anak “ojek payung” di kala hujan deras mengguyur.
Hujan, kata seorang teman dekat bahwa tak ada doa yang tertolak ketika kau ada. Benarkah itu? Dan aku manfaatkan moment kehadiranmu ini untuk berdoa agar kelak mereka bukanlah seorang tukang ojek payung yang hanya melindungi dan menjaga satu orang penumpang, namun bisa memayungi puluhan orang lewat keberhasilannya, menjadi seorang rektor yang memayungi kampus atau bahkan presiden yang memayungi negara. Dunia pasti berputar teman kecil pembawa payung.
“Korannya kak” begitulah kata seorang anak kecil berumur 10 tahun padaku saat duduk di bis kampus. Mereka adalah penjual koran di kampusku. Anak-anak yang membawa tumpukan koran sepulang sekolah. Malah terkadang dari mereka lupa berganti pakaian saat berjualan. Anak sekecil itu dengan cekatan dan lihainya menawarkan koran kepada mahasiswa-mahasiswa di kampusku. Aku belajar semangat dari mereka. Mungkin jika suatu saat aku lupa bagaimana caranya untuk semangat, aku cukup melihat mereka yang tak pernah letih berjalan mengelilingi kampus hanya demi menghabiskan koran-koran itu. Aku ingin mengikuti langkah kaki mereka, agar aku tahu semua yang dia lakukan mulai dari sekolah sampai ia kembali ke rumah untuk beristirahat. Tak pernah terlihat gurat kelelahan di kening mereka. Dalam hati aku berkata “Kalian mungkin hanya seorang loper koran di kampus ini, tapi suatu saat kalian pasti bisa menjadi mahasiswa di kampus ini”. Tetaplah tersenyum wahai anak “loper koran”, teruslah sekolah karena pendidikanmulah yang akan mengubahmu. ^_^
Mahasiswa, begitulah sebutan kami. Hanya 2% penduduk Indonesia yang mampu seperti kami. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang berduit yang bisa melakukan apa saja dengan duit. Gelar S3 mungkin bisa sangat mudah mereka enyam, karena mereka punya duit. Seperti sudah menjadi fenomena umum bahwa hanya orang-orang berduitlah yang bisa menjadi mahasiswa. Namun tidak demikian yang terjadi di kampusku ini. Dulu, ketika masih menjadi mahasiswa baru, aku kira kampusku sama seperti sebagian kampus lain yang berisi orang-orang berduit yang menjadikan kuliah sebagai gengsi dan sarana “bermain”. Di sini ternyata banyak juga orang-orang yang hanya bermodalkan nekad bisa menjadi mahasiswa. Mereka yang hanya bermodalkan semangat dan ridlo orangtua berangkat dari daerah nan jauh hanya demi menjadi mahasiswa.
Ini adalah kisah seorang teman yang aku bilang dia sangat “priatin” . Sebut saja namanya mawar (bukan nama sesungguhnya). Seorang teman yang sanggup berkuliah 24 sks hanya dalam waktu 3 hari. Bayangkan betapa lelahnya tubuh ini jika setiap harinya harus duduk di bangku kuliah dan ruangan ber-AC sambil mendengarkan apa yang dosen ajarkan. Sangat lelah aku yakin sangat lelah. Aku saja tak yakin akan bisa melakukannya. Tapi inilah temanku yang sangat luar biasa. Bahkan dia harus mengikuti 5 mata kuliah dalam satu hari. Sepertinya otak tengah melakukan kerja rodi. Tahukah kalian mengapa dia melakukannya? Bukan karena malas, bukan juga karena ingin pulang kampung setiap minggunya, tapi karena dia harus bekerja untuk membiayai kehidupannya di sini. Luar biasa!!! Bahkan dia rela melepas jubah kemahasiswaannya demi menjadi pelayan food court di sebuah mall di kota perjuangan ini. Dia bisa bekerja sampai larut malam, dan esok harinya masih harus berangkat pagi-pagi ke kampus untuk melanjutkan tugas utamanya yaitu kuliah. Darinya aku belajar bahwa satu detik waktu itu sangatlah berarti. Jadi, ketika aku mulai membuang-buang waktu dengan merenung, melamun, atau hanya sekedar bersenang-senang yang tidak ada gunanya aku harus kembali mengingat teman luar biasaku itu agar aku kembali tersadar dari lamunan. Aku belajar untuk lebih menghargai waktu, aku belajar untuk memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Kita bisa memiliki jumlah waktu yang sama, tapi kebijaksanaan kita dalam menggunakannyalah yang membedakan.
Begitulah pelajaran moral hari ini. Begitulah Depok dengan segala hiruk-pikuknya yang mengajariku kehidupan. Ketika kita mau berpikir begitu banyak hal yang bisa kita pelajari dari sekeliling kita.

Depok, 23 Oktober 2010

Kamis, 07 Oktober 2010

Biar Cinta Bermuara Dengan Sendirinya


Depok, 26 Mei 2010
Pelabuhan
Karya Tyas Tatanka

Kenapa tak pernah kau tambatkan
Perahumu di satu dermaga?
Padahal kulihat bukan hanya satu
Pelabuhan tenang yang mau menerima
Kehadiran kapalmu
Kalau dulu memang pernah ada
Satu pelabuhan kecil, yang kemudian
Harus kau lupakan
Mengapa tak kau cari pelabuhan lain?
Yang akan memberikan rasa damai yang lebih?
Seandainya kau mau
Buka tirai di sanubarimu, dan kau akan tahu
Pelabuhan mana yang ingin kau singgahi
Untuk selamanya
Hingga pelabuhan itu jadi rumahmu
Rumah dan pelabuhan hatimu

MENYIKAPI SEBUAH TAKDIR

Kebumen, 9 juli 2010

Takdir, satu kata yang terus menjadi bahan pemikiran yang tak kunjung habis bagiku. Karena memang banyak rahasia Tuhan di dalamnya. Namanya juga rahasia, pasti tak ada satupun orang yang tahu dan mengetahui takdir sebelum Sang Khalik membukakan takdir itu. Rahasia itu kadang baik bagi kita namun tak jarang juga yang tak baik bagi kita. Apakah benar ada takdir baik dan takdir buruk? Pada dasarnya baik dan buruknya takdir itu tergantung pada bagaimana diri kita memandang takdir. Dalam menjalani hidup dan kehidupan ini pasti kita mempunyai harapan-harapan. Harapan apapun dan bagaimanapun itu adalah hak dan merupakan kebebasan bagi kita. Takdir dianggap baik bagi manusia ketika putusan Tuhan (takdir) itu sesuai dengan harapan kita, sebaliknya takdir dianggap buruk ketika takdir tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Masalah takdir memang sudah menjadi hak mutlak bagi Alloh untuk menentukannya. Yang perlu kita lakukan adalah bagaimana kita menyikapi takdir tersebut sehingga kita yakin bahwa takdir apapun itu adalah yang terbaik karena takdir adalah putusan Tuhan yang diberikan kepada kita.
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu. Dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. ALLAH Mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui," (Al Baqoroh: 216).

Kamis, 13 Mei 2010

MENJADI ORANG YANG SELALU BERUNTUNG

Pernahkah Anda merasa menjadi orang yang sangat beruntung di dunia ini?? Mungkin Anda merasakan keberuntungan ketika Anda berhasil memenangkan lotre, atau berhasil menyabet medali dalam kejuaraan lari nasional, atau mungkin ketika Anda mendapatkan pendamping hidup yang bagus secara ragawi, sholeh/sholehah, kaya, cerdas dan rendah hati. Tahukah anda, sebenarnya Anda bisa merasa menjadi orang yang selalu beruntung di setiap saat, kapanpun dan dimanapun Anda berada.

Berbicara masalah keberuntungan, kita harus tahu apa itu keberuntungan. Keberuntungan hanyalah sebuah persepsi pribadi yang tentunya akan berbeda antara satu orang dengan orang lainnya. Persepsi itu berkaitan erat dengan cara pandang kita akan sebuah masalah. Bagi orang yang cenderung merasa dirinya beruntung akan mencoba memandang suatu permasalahan dari sudut positif.

Minggu, 14 Februari 2010

METODE DIALEKTIKA SOKRATES

Sokrates terkenal memang bukan karena metode Dialektika. Ia menjadi sangat terkenal karena ia memilih minum racun untuk mempertahankan prinsipnya dalam pengadilan kota Athena. Namun, sebenarnya, peristiwa ini terjadi justru sebagai akibat langsung dari metode Dialektika yang ia pakai.

Metode Dialektika Sokrates agak sedikit berbeda dengan pola yang dipakai oleh Zeno. Ini karena Sokrates memang memaksudkan Dialektika justru pada asal katanya, yaitu bercakap-cakap atau berdialog. Ya, Sokrates memang adalah orang yang senang bercakap dengan orang lain yang bertemu dengannya di sepanjang jalan kota Athena. Ia selalu mengajak mereka diskusi untuk sesuatu yang ia anggap penting.

Berikut adalah ilustrasi yang dibuat untuk memberikan gambaran seperti apa kiranya metode Dialektika yang dipergunakan oleh Sokrates.

Suatu hari, Sokrates bertemu dengan Meno, sahabat lamanya, di kios ikan pasar Athena. Begitu senangnya, sehingga mereka lama berpelukan. Sokrates kemudian mengajak Meno untuk rehat di sebuah emperan rumah dekat pasar sambil sekaligus berteduh.
"Apa yang sedang kau lakukan saat ini, wahai Meno saudaraku?"
"Aku sedang menjajagi untuk membuka kios usaha di Megara, Sokrates. Makanya aku berkunjung ke Athena untuk melihat bagaimana mereka mengelola kiosnya dan barang-barang apa saja yang dapat ku ambil dari sini."
"Oh begitu. Bukankah engkau sudah punya ladang gandum yang begitu luas dari ayahmu? Apa itu tidak cukup untuk memenuhi semua kebutuhanmu?"
"Tidak Sokrates. Itu belum cukup bagiku. Aku ingin lebih dari ayahku. Ingin seperti Kranos, saudagar terkaya di Megara. Dia hidup sangat senang dengan semua kemewahan yang ia punya."
"Hidup sangat senang? Bisa kau berikan keterangan yang lebih jelas lagi wahai Meno?"
"Kau memang tidak tahu apa artinya hidup mewah Sokrates. Kranos itu punya segala-galanya. Budak yang ia punya lebih dari 40 orang. Perempuan pun suka padanya. Tidak kurang dari belasan perempuan hilir mudik datang ke rumah Kranos tiap harinya. Merayu untuk menjadi istrinya. Rumah itu amat megah. Berdiri kokoh dengan tiang granit dan lantai batu pualam. Tidak cukup sampai di situ, ia, Kranos, juga memiliki 4 kereta dan 10 ekor kuda. Itu hebat Sokrates. Itu baru namanya hidup."
"Terus, apa hubungannya antara hidup sangat senang dan hebat? Apakah kalau kita hidup dengan hebat maka akan hidup dengan sangat senang?"
"Itu betul Sokrates. Kita akan hidup sangat senang kalau kita hidup dengan hebat. Makanya aku datang jauh-jauh ke Athena agar bisa belajar dan mendapatkan pengetahuan yang lebih daripada Kranos. Aku akan menjadi lebih hebat dari Kranos tentunya."
Di tengah percakapan ini, seorang anak kecil bersama ibunya lewat di depan mereka. Anak itu sangat senang sekali karena ibunya membelikan ia permen gula. Ia jalan berjingkat-jingkat kecil dengan satu tangan menggenggam permen gula dan tangan lainnya memegang tangan si ibu.
"Kau lihat anak kecil itu wahai Meno?"
"Ya Sokrates. Memangnya ada apa?"
"Tadi anak kecil itu begitu senangnya. Tidakkah itu juga hebat Meno?"
"Hebat apanya Sokrates? Menurutku, itu wajar saja. Setiap anak yang diberi permen gula tentu akan merasa sangat senang."
"Jadi, kau menganggap kalau hebat itu tidak identik dengan rasa senang?"
"Maksudmu apa Sokrates?"
"Tadi kau mengatakan kita akan hidup sangat senang kalau kita hidup dengan hebat. Bukankah itu sama dengan mengatakan bahwa rasa senang itu identik dengan hebat? Artinya, kalau kita hidup dengan hebat, itu akan membuat kita hidup senang. Bukankah begitu wahai Meno sahabatku?"
Meno bingung dengan pertanyaan dan kata-kata Sokrates. Ia mulai kehilangan kata-kata.
"Iya, mungkin, Sokrates."
"Kenapa mungkin? Kalau rasa senang itu identik dengan hebat, maka anak kecil yang tadi mendapat permen gula itu pun bisa kita bilang hebat Meno. Hanya dengan sebuah permen gula yang kecil, ia bisa merasa sangat senang."
Meno akhirnya tak mampu berkata-kata. Ia merasa terpojok dengan ucapan Sokrates. Hanya dengan contoh kecil saja, Sokrates telah membuat lamunannya yang ia bangun selama bertahun-tahun menjadi sia-sia.
"Aku tidak melarangmu menjadi hebat atau melebihi kehebatannya Kranos, wahai Meno. Aku ingin kamu menentukan tujuan hidupmu menjadi hebat bukan semata-mata karena melihat orang lain."
Setelah itu, Sokrates menepuk pundak Meno, lalu mengajaknya pergi bertandang ke rumahnya untuk sekadar bersantap ala kadarnya. Meno mencari temannya terlebih dahulu
dan mereka bertiga menuju rumah Sokrates.

Nah, dalam dialog Sokrates dengan Meno di atas, kita dapat melihat bahwa Sokrates menggunakan Dialektika sebagai satu cara untuk menyadarkan orang lain itu akan pengertian yang sesungguhnya tentang makna suatu kata. Dengan contoh-contoh sederhana, Sokrates mampu mengurai retorika menjadi suatu pembicaraan tanpa isi. Melalui cara inilah ia dikenal sebagai pembicara ulung dan menjadi sangat disegani di seantero Athena. Tetapi, ia pun sekaligus menjadi orang yang paling menjengkelkan dan paling dimusuhi oleh orang-orang yang tidak menyukainya.

Cara seperti ini yang diberi nama oleh Sokrates sebagai maieutike tekhne (seni kebidanan). Ini karena Sokrates selalu mengganggap dirinya sebagai "bidan" yang membantu melahirkan pengertian yang benar dalam pikiran orang lain. Dalam hal ini, ia sangat terinspirasi oleh ibunda yang memang adalah seorang bidan.

KETIKA MANUSIA HIDUP LAYAKNYA AMPHIBI

08 JANUARI 2010

Amphibi dalam dunia ilmu pengetahuan tidak lain adalah hewan yang mampu hidup pada dua dunia yaitu air dan darat. Katak contohnya. Manusia sebagai hewan yang berakal ternyata tak jauh berbeda dari seekor katak. Ya, manusia manusia ketika bermetamorfosis menjadi hewan amphibi. Amphibi di sini bukanlah berarti mampu hidup pada dua dunia yaitu air dan darat, melainkan dunia mimpi dan nyata.
Ketika manusia berada dalam dunia nyata, mereka benar-benar menjadi sesosok manusia dengan Tuhan sebagai penguasa dan pengatur segala kehidupan di bumi. Manusia dihadapkan pada persoalan hidup seperti pemenuhan kebutuhan pangan, papan, sandang, pendidikan, seksual, agama dan lain sebagainya. Mereka akan melakukan apapun untuk mencapai hidup yang terbaik, namun semua kembali pada Tuhan sebagai Sang Penguasa yang Maha Berkehendak. Cita dan harapan hidup sesuatu hal yang membuat mereka ingin hidup selamanya di dunia ini sebelum cita hidup itu tercapai. Seolah mereka telah berubah menjadi sosok pejuang untuk hari ini dan hari esok.
Lain halnya saat manusia hidup pada dunia mimpi. Mereka berperan seolah-olah menjadi Tuhan yang maha Berkehendak mengatur semua kehidupan. Kehidupan berjalan sesuai dengan keinginan mereka. Dalam dunia mimpi manusia juga memiliki cita dan harapan hidup, namun semua itu lebih tepat disebut sebagai mimpi. Ya, hanyalah mimpi karena saat manusia hidup di dunia mimpi, mereka seolah menjadi seorang pecundang yang hanya mampu bermimpi tapi tidak bisa mewujudkan mimpi itu. Mimpi-mimpi itu seperti fatamorgana yang tampak dari kejauhan seolah-olah ada, namun dari dekat semua hanyalah kosong.

Sabtu, 13 Februari 2010

APAKAH BAKAT BISA DIPELAJARI??

Apakah Bakat Bisa dipelajari??
(Sunday, 13 Februari 2010)

Kita tahu bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan berbagai macam perbedaan. Tak ada satupun manusia di dunia ini yang diciptakan dengan keadaan sama persis, sekalipun mereka itu kembar. Selalu ada perbedaan dalam diri manusia baik dilihat dari bentuk fisik maupun dari batin manusia. Bakat adalah salah satu yang diciptakan Tuhan dengan berbagai perbedaan.
Bakat, apa itu bakat? Tidak lain adalah metamorfosis dari dari sebuah kelebihan yang membuat seseorang mampu atau tidak mampu melakukan suatu aktivitas dan tugas secara mudah atau sulit dan sukses atau tidak sukses. Semua manusia pasti diciptakan dengan kelebihan masing-masing. Berkembang atau tidaknya kelebihan itu bergantung pada keadaan dalam diri seseorang dan didukung oleh keinginan yang kuat untuk mengembangkan atau tidak mengembangkannya. Kelebihan yang berkembang itulah yang nantinya akan terkristalisasi menjadi sebuah bakat. Berbicara mengenai bakat tentunya tidak terlepas dari kecerdasan. Menurut Howard Gardner, seorang profesor psikologi di Harvard University yang telah mengembangkan penelitiannya selama lima belas tahun mengemukakan adanya tujuh macam kecerdasan, yakni : kecerdasan linguistik, kecerdasan musikal, kecerdasan kinestetik-jasmani, kecerdasan antarpribadi, kecerdasan logis-matematis, kecerdasan spasial, dan kecerdasan intrapribadi.
Banyak orang beranggapan bahwa bakat adalah bawaan dari lahir. Lalu muncul pertanyaaan, apakah manusia dapat mengubah pemberian Tuhan yang bernama bakat? Sebuah pertanyaan yang menimbulkan polemik. Sedikit menyinggung ke pelajaran agama yang pernah saya dapatkan sewaktu SMA tentang takdir. Ada tiga hal dalam hidup ini yang tidak akan pernah bisa diubah oleh manusia yaitu jodoh, rezeki dan usia atau kematian. Tuhan telah menciptakan manusia dengan akal dan pikiran. Dengan akal dan pikiran itulah manusia diberikan kebebasan untuk mengembangkan segala yang ada di bumi (kecuali tiga hal tadi), untuk mengubah dan memperbaiki pemberian Tuhan. Termasuk menggali potensi dan kelebihan dalam diri kita.
Lalu, bisakah bakat kita ubah atau pelajari?? Tentu saja bisa. Seperti pendapat saya tentang bakat, bahwa bakat adalah metamorfosis dari sebuah kelebihan. Kelebihan akan muncul atau tidak muncul tergantung pada diri kita. Yang harus kita lakukan adalah bagaimana cara kita mengembangkan atau bahkan memunculkan bakat baru dalam diri kita? Ketekunan, itulah jawabannya. Ketekunan berawal dari kegemaran atau kesukaan. Jadi, yang harus kita lakukan pertama kali adalah membuat diri kita suka pada hal yang akan kita kembangkan. Setelah kita suka, barulah kita akan menumbuhkan ketekunan dalam berlatih. Seseorang yang dalam dirinya sudah mempunyai bakat tetapi tidak pernah berlatih niscaya bakat itu akan hilang. Orang yang berbakat bisa dianalogikan seperti orang yang memang terlanjur dilahirkan dari keluarga yang kaya raya, dengan sedikit usaha mereka akan tetap kaya. Namun, apakah orang yang dilahirkan dari keluarga miskin tidak bisa menjadi orang kaya? Bakat itu seperti uang sebagai modal usaha. Seseorang yang mempunyai modal besar biasanya akan berkembang lebih pesat. Namun, apakah mereka yang bermodal sedikit tidak mampu berkembang? Semua bisa dilakukan dengan ketekunan dan keyakinan. Jangan khawatir bagi Anda yang saat ini belum mengetahui bakat Anda, karena bakat itu bisa dipelajari.
Sedikit terinspirasi dari kata-kata teman saya, yang saya anggap itu benar bahwa kita tidak perlu memusingkan diri dengan “Apa sebenarnya bakat yang kita miliki?” Untuk menciptakan bakat kita harus mengesampingkan pikiran itu. Tanamkan dalam pikiran kita bahwa bakat itu bukan masalah mampu atau tidak mampu, melainkan MAU atau TIDAK MAU. Yang harus kita lakukan untuk menciptakan bakat adalah menumbuhkan kemauan kita untuk bisa. Kemauan itu bagaikan bensin dalam kendaraan bermotor yang menjadi sumber penting untuk bisa menggerakkannya, sedangkan kelebihan dalam diri kita bagaikan mesin kendaraan itu sendiri yang memang sudah diciptakan “satu paket” dengan kendaraan itu. Sebagus, secanggih apapun mesinnya dan semahal apapun mobil itu tidak akan bisa digunakan tanpa adanya bensin. Tumbuhkan kemauan Anda untuk mendalami suatu hal dan asah terus kelebihan Anda untuk menemukan bakat Anda !!! Kita tidak bisa mengatur arah angin, namun kita masih bisa menggerakkan layarnya. SEMANGAT!!!!